25 Oktober 2009 faini Tinggalkan komentar Go to comments bermain

Pendidikan anak tidak boleh dianggap enteng. Karena anak bukan saja menjadi generasi masa depan, tapi juga merupakan investasi ukhrawi bagi orang tua. Jika anak tidak ditumbuhkan dalam iklik keshalihan, terlalu spekulatif mengharapkan mereka menjadi anak yang shaleh jika mereka dewasa.
salah satu langkah penting dalam pendidikan anak adalah melakukan pendekatan yang baik dan mudah diterima anak sehingga dengan mudah mereka mau mengikuti arahan dan keteladanan yang diberikan.
Pada postingan kali ini, Fani akan sedikit membantu para orang tua mendekatan yang efektif dalam mempengaruhi jiwa dan akal anak, berdasarkan keteladanan yagn diberikan Nabi saw. Berikut 25 kiat untuk mempengaruh jiwa dan akal anak:
1. Bersahabatlah dengan anak dan jadilah teladan
2. Tunaikah hak-hak anak
3. Gembirakanlah dan hiburlah hatinya
4. Gunakanlah cara “Siapa menang dia dapat”.
5. Bercengkrama dengan anak dan berikanlah mainan.
6. Gunakanlah metode, “Apa yang menghalangimu untuk mengatakannya”.
7. Tumbuhkanlah rasa percaya diri
8. Gunakanlah metode, “Dia anak paling baik”.
9. Memotivasi untuk kebajikan dan memperingatkan bahaya keburukan.
10. Biasakanlah kebajikan karena kebajikan adalah kebiasaan
11. Perhatikanlah kecenderungannya
12. Memilih waktu yang tepat untuk menasehati, seperti saat rekreasi, makan, atau waktu sakit.
13. Bertahap dalam menyampaikan nasihat, tugas, dan perintah.
14. Berbicara ters terang dan tidak bertele-tele.
15. Berbicara sesuai dengan tingkat intelektualitasnya.
16. Gunakan metode, “Apakah kendalamu nak?”
17. Latih dan latihlah ia, seperti dengan memberinya tugas ataupun yang lainnya.
18. Menuntun anak kepada sosok Rasulullah saw. sebagai teladan
19. Mendengar reflektif, yaitu dengan menghargai persaannya, menyimak apa yang ia katakan ataupun yang lainnya.
20. Do’akan untuk kebaikan, bukan keburukan.
21. Mendidik dengan kasus.
22. Isi waktu luangnya dengan hal-hal yang bermanfaat.
23. Perbanyak kegiatan yang mengembangkan kecerdasan, baik dengan permainan, cerita ataupun dengan yang lainnya.
24. Mendidik dengan nasihat.
25. Gunakanlah kisah dalam menanamkan nilai dan keutamaan.

Demikian 25 kiat singkat untuk mempengaruhi jiwa dan akal seorang anak, mudah-mudahan bermanfaat.

DUNIA MERINDUKAN ANAK SHALEH

 
Di tengah meriahkan sambutan terhadap Hari Anak Sedunia, pada kenyataanya yang lebih banyak muncul adalah sosok-sosok anak nakal. Di mana anak-anak shaleh 'bersembunyi'?
Anak shaleh adalah kekayaan yang sangat mahal. Mungkin karena saking mahalnya sehingga data yang mengungkapkan tentang anak yang shaleh begitu sulit terungkapkan. Anak shaleh nampaknya seperti misteri, keberadaannya ada, tapi mereka seperti sesuatu yang tidak ada.
Hal ini disebabkan, yang lebih banyak terdengar dan menghiasi lembaran informasi dunia justru aktivitas anak-anak nakal. Sekalipun mereka sering mengatasnamakan sebagai ABG atau remaja, bagaimanapun mereka adalah anak juga bagi orang tuanya, yang belum selayaknya melakukan tindakan-tindakan kriminal. Mereka itu bukan anak shaleh tapi 'anak salah' yang kian hari kian mengkhawatirkan. Terlepas dari kesalahan orang tua ataupun kesalahan anak sendiri, pemberitaan tentang anak-anak salah ini selayaknya telah cukup menyadarkan kita semua, bahwa memang sudah perlu adanya tindakan besar-besaran di kalangan orang tua dan pendidik. Bagaimanapun mereka adalah calon orang tua di masa mendatang. Bagaimanakah nasib masyarakat, bila nantinya lebih didominasi oleh orang-orang yang tidak kenal aturan?
Kita juga bisa membayangkan, betapa bahagianya orang tua yang memiliki anak-anak yang baik, yang penurut dan mau mendengarkan nasihat. Setidaknya menurut istilah agama adalah qurrata a'yun, menyedapkan mata bagi siapa saja yang melihatnya. Menjadikan orang tua bangga, sekaligus memberikan jaminan kepada mereka bahwa anak-anaknya nantinya tidak akan menjadi beban masyarakat, melainkan justru menjadi kekayaan dan sumber hidayah.
 
BERPIKIRAN JERNIH
Anak-anak shaleh tetap berpikir jernih di saat yang lain dipenuhi pemikiran yang sarat dengan kepentingan-kepentingan. Kejernihan pikirannya karena adanya filter dalam diri. Mereka menempa dirinya dengan bentangan luas samudera al-Qur'an. Qur'an dan kandungan wahyu di dalamnya menjadi nafasnya. Mereka menyelami kedalaman wahyu itu dengan rasa yang haus. Dengan penuh rasa haus pula mereka menangguk nasihat-nasihat wahyu Ilahi tersebut.
Yang membuat sepi hatinya adalah ketika mereka merasakan mulai ada jarak dengan Qur'an. Makin jauh jarak itu akan dirasakan sebagai sesuatu yang kering dan menyakitkan, menyayat-nyayat dan menusuk-nusuk batin. Mereka menangis dan menjerit bukan karena kehilangan harta benda, juga bukan karena ada luka pada anggota fisiknya. Tapi tangisan dan jeritannya lebih terdorong oleh adanya rasa kehilangan dalam dirinya, rasa sesal terlepas dari ikatan ruhaninya.
Pada anak-anak demikian, tidak sampai rasa iri yang muncul hingga mempengaruhi tindak lakunya. Tapi kesemuanya itu dapat dikendalikan, sehingga rasa hasud, dengki, cemburu, tidak dibiarkan meletup menjadi tingkah laku yang dapat mengurangi keharmonisan dan persahabatan. Mereka telah mengasah dirinya dengan bimbingan ketuhanan sehingga dapat mengontrol dengan baik segenap sikapnya.
 
BERHATI BERSIH
Ketika sebagian manusia sedang asyik berdansa dan menari-nari dalam dunia kemaksiatan, anak-anak shaleh dengan tekun dan penuh khidmat membuka lembaran demi lembaran wahyu di majlis-majlis dzikir. Mereka mengkaji dan berdiskusi tentang nikmat Allah dan sunnatullah di mana saja. Lingkaran aktivitas mereka tak lepas dari masjid, di manapun masjid itu berada. Hal ini akan menambah kontrol sosial baginya, yang semakin menjauhkannya dari lingkungan yang penuh dan membawa maksiat.
Pikirannya menjangkau dunia dan mengetahui apa yang terjadi di kanan kirinya, tapi mereka tidak larut dalam kehidupan dunia yang penuh tipuan ini. Tidak terjebak pada permainan-permainan yang merusak dan membuatnya jatuh tergelincir.
Mereka memiliki rem pengendali. Ketika sedang di ladang, di pasar, di kantor, di hotel dan di manapun jua di tempat-tempat yang sepi ataupun ramai mereka tidak mudah lepas dari ikatan aqidah dan keimanannya. Mereka tidak mau menjual permata keyakinannya dengan sesuatu yang bernilai rendah. Mereka memiliki harga diri, dan dapat mempertahankannya dengan kuat.
Mereka memahami dengan benar apa yang disampaikan Tuhannya. Ayat-ayat yang telah diturunkanNya telah diterima sebagai kebenaran, bukan sesuatu yang bernilai berita semata.
Mereka meyakini bahwasannya kebenaran-kebenaran itu semestinya ditegakkan, termasuk oleh dirinya sendiri. Ayat berikut ini menjadi tadabbur untuk selalu dapat berhati-hati dalam hidupnya:
"Dan berilah perumpamaan kepada mereka (manusia), kehidupan dunia adalah sebagai air hujan yang Kami turunkan dari langit, maka menjadi subur karenanya tumbuh-tumbuhan di muka bumi, kemudian tumbuh-tumbuhan itu menjadi kering yang diterbangkan oleh angin. Dan adalah Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu." (QS Al-Kahfi: 45)
Ketika sebagian manusia bersikap tak acuh terhadap kedua orang tuanya, mereka para anak shaleh justru sangat menjunjung tinggi orang tua mereka. Saat tindakan kotor mendapatkan kehalalan oleh manusia, mereka dikaruniai akhlak yang tinggi oleh Allah dengan perangkat kemampuan selalu mengingatkan manusia kepada negeri akhirat.
"Sesungguhnya Kami telah mencucikan mereka (dengan menganugerahkan kepada mereka) akhlak yang tinggi yaitu selalu mengingatkan (manausia) kepada negeri akhirat." (QS Shaad: 46)
Mereka menyadari dengan sepunuh hati, bahwa segala tingkah laku ada pertanggungjawabannya. Dan pertanggungjawaban yang paling tidak bisa dimanipulasi adalah pertanggungjawaban di Pengadilan Tuhan kelak, ketika manusia diperhadapkan di hadapan Sang Hakim Agung Allah swt.
BERTINDAK ASIH
Karena kegemarannya kepada kebaikan, ia sangat senang melakukan amalan-amalan yang mengundang kesejukan. Kepada teman, kawan dan lingkungan yang ditonjolkannya bukan sifat arogan tapi sifat ruhama-nya, sifat kasih sayang dan penyantunnya. Sifat-sifat seperti itu yang menghiasi dirinya. Tingkah lakunya tidak memperturutkan kehendak di luar hatinya, tapi selalu melalui konfirmasi lebih dahulu dengan kata hati itu. Sikapnya sama sekali bukan untuk menari pujian dari orang lain. Semata-mata untuk menegakkan kebenaran yang telah bersarang dalam lubuk hatinya. Ia ingin sekali menjabarkan lembaran-lembaran al-Haq yang telah bersemayam itu, supaya juga dirasakan oleh segenap manusia. Sebab baginya, dengan melakukan amalan-amalan seperti itu kenikmatan-kenikmatan telah diperolehnya. Dan itu, jauh dari sekedar bentuk pujian dan sanjungan-sanjungan. Satu sunnah yang dijalankan, ada terasa satu derajat yang dinaikkan. Satu ayat diamalkan, kenikmatan-kenikmatan yang diperolehnya semakin berlipat-lipat. Karena tingkah lakunya yang serba asih ini, masyarakat merasakan benar kesejukan keberadaannya.
 
ORANG PILIHAN
Orang shaleh adalah orang-orang pilihan. Seperti yang termaktub dalam Al-Qur'an al-Karim: "Dan sesungguhnya mereka pada sisi Kami benar-benar termasuk orang-orang pilihan yang paling baik." (QS Shaad: 47)
Disebut orang pilihan, karena mereka telah lolos sensor dalam suatu pemilihan maha akbar yang diselenggarakan oleh Sang Maha Pencipta. Mereka telah 'berhasil' memenangkan pertandingan yang digelar untuk seluruh ummat manusia. Mereka mampu melewati berbagai ujian yang berkelok dan rumit. Hasil dari ujian itu tumbuh sifat-sifat mulia yang merupakan syarat-syarat kekhalifahan berupa akhlaqul-karimah, aqidah yang tertanam baik lagi kokoh, sifat kasih sayang yang menonjol, dan budi pekerti yang mulia. Mereka dengan karakter yang semacam itu, menjadi penyeimbang kehidupan. Keberadaan mereka menjadi semacam 'jaminan' bahwa saat kiamat masih jauh.
Dunia merindukan mereka tampil melindunginya, menjaganya dari kebinasaan. Dunia yang dipimpin olah orang yang nakal adalah dunia yang rusak. Dunia yang dikendalikan oleh orang-orang yang memperturutkan hawa nafsunya adalah dunia yang kacau-balau, dunia yang tidak pernah tenang oleh hingar-bingar dan permusuhann.
Karena rindunya terhadap orang-orang yang shaleh ini, yang mulia Nabiyullah Yusuf as, di puncak kekuasaaanya sebagai Perdana Menteri Mesir memohon ke hadirat Tuhan, kiranya untuk digabungkan ke dalam kelompok hamba-hamba yang shaleh:
"Ya Tuhanku, sesungguhnya Engkau telah menganugerahkan kepadaku sebagian kerajaan dan telah mengajarkan kepadaku sebagaian ta'bir mimpi. (Ya Tuhan) Pencipta langit dan bumi, Engkaulah Pelindungku di dunia dan di akhirat, wafatkanlah aku dalam keadaan Islam dan gabungkanlah aku ke dalam (kelompok) orang-orang yang shaleh." (QS Yusuf: 101)
Anak yang shaleh adalah kekayaan yang mahal. Merekalah bakal-bakal manusia shaleh setelah dewasa. Semoga sikap istiqamah kita dalam beribadah mendorong kita menuju ke arah sana. Masuk ke dalam kelompok 'ibadihish-shalihiin, hamba-hamba-Nya yang shaleh.

Ciri Anak Kreatif

Bersukurlah kamu-kamu semua yang kebetulan di karuniai anak-anak yang manis, cerdas. Anak manis dan cerdas, selain itu perlu juga anak-anak dibekali dengan kreatifitas. Nah, apakah anak-anak kamu termasuk anak-anak yang kreatif? ada beberapa ciri yang bisa mengenali anak-anak kita:
CIRI  ANAK KREATIF
Beberapa ciri anak kreatif antara lain adalah sebagai berikut :
Lancar berpikir
Ia bisa memberi banyak jawaban terhadap suatu pertanyaan yang Anda berikan. Inilah salah satu kehebatan anak kreatif. Ia mampu
memberikan banyak solusi dari sebuah masalah yang dihadapinya. Kemampuan ini sangat penting untuk dikembangkan. Dunia ini penuh masalah dan tantangan. Semakin kreatif seseorang, maka ia akan dengan mudah menjawab semua masalah dan tantangan hidupnya dengan kreativitasnya.
Fleksibel dalam berpikir
Ia mampu memberi jawaban bervariasi, dapat melihat sutu masalahdalam berbagai sudut pandang (fleksibilitas), shg  ia akan dengan mudah menyesuaikan diri dalam berbagai keadaan.
Orisinil (asli) dalam berpikir
Ia dapat memberi jawaban-jawaban yang jarang diberikan anak lain. Jawaban baru biasanya tidak lazim atau kadang tak terpikirkan orang lain.
Elaborasi
Ia mampu menggabungkan atau memberi gagasan-gagasan atas jawaban yang dikemukakan, sehingga ia mampu untuk mengembangkan, memperkaya jawabannya dengan memperinci sampai hal-hal kecil
Semua ciri-ciri anak kreatif tersebut  bisa dikembangkan. Jadi bukan semata keturunan seorang anak bisa menjadi kreatif. Namun peran Anda sebagai orang tua juga sangat berpengaruh bagi perkembangan kreativitasnya.

Agar Anak Tetap Kreatif

baitijannati – Ada  3 ciri anak kreatif yang dominan :
1.    Spontan
2.    Rasa ingin tahu
3.    Tertarik pada hal-hal yang baru
Dan ternyata ke 3 ciri-ciri tersebut terdapat pada diri anak. Berarti semua anak pada dasarnya adalah kreatif, dan faktor lingkunganlah yang menjadikan anak tidak kreatif. Sedangkan kewajiban orang tua sebenarnya bukanlah mencetak, tetapi lebih pada mempertahankan agar anak tetap kreatif sebagaimana aslinya. Apakah kita sebagai orang tua mampu untuk mempertahankan kreatifitas anak ? ada beberapa pertanyaan yang dapat membantu kita untuk memahami sudah seberapa jauh kemampuan kita dalam hal ini :
a) Apakah kita menerima segala kelebihan dan kekurangan anak kita dan apakah kita mensugesti mereka bahwa mereka mampu atau sebaliknya ?
b) Apakah kita senantiasa menyadari bahwa setiap individu adalah unik dan setiap anak adalah otentik, tidak sama dan tidak akan dapat disamakan dengan anak lain ?
c) Apakah kita menyadari bahwa kreatifitas itu bersifat multi dimensional  dan setiap anak memiliki dimensi kreatifitasnya sendiri-sendiri ?
d) Sudahkah kita mencoba mencari dan menelusuri sendiri minat-minat dan bakat-bakat apa yang dimiliki oleh anak-anak kita satu persatu ?
e) Apakah kita telah memberikan dorongan dan cukup menghargai gagasan-gagasan anak kita, atau sebaliknya ?
f) Sudahkah kita memberikan perhatian yang sungguh-sungguh terhadap apa-apa yang tengah dikerjakan oleh anak-anak kita, misalnya dengan ikut melakukan aktifitas bersama anak ?
g) Apakah kita senantiasa memperkenalkan berbagai hal yang baru kepada anak-anak kita, atau justru sebaliknya (menyembunyikannya) ?
h) Apakah kita menghadapi anak-anak kita secara santai atau dengan penuh ketegangan ?
i) Sudahkan kita memberikan waktu, tempat, kemudahan dan bahan-bahan agar anak kita kreatif ?
j) Sudahkah kita memberikan anak-anak kita iklim dan pojok khusus untuk melakukan aktifitas mereka ?
k) Apakah selama ini kita menilai hasil kreasi anak kita atau kita lebih tertarik untuk memperhatikan prosesnya ?
l) Apakah selama ini kita menilai hasil kreasi anak dengan menggunakan perspektif kita atau dengan menggunakan perspektif anak ?
m) Apakah kita selama ini cukup terbuka terhadap gagasan dan kreasi anak yang tidak lumrah ?
n) Sudahkah kita memberi penguatan terhadap hasil kreasi anak atau justru melemahkannya ?
4 Kunci Mempertahankan Kreatifitas Anak
Membangun kepribadian anak dengan modal cinta
Dengan cinta maka orangtua dapat menerima anak apa adanya. Terlepas dari apakah orangtua melihat kelebihan anak ataukah tidak, terlepas dari apakah orangtua menyukai cacat (kelemahan) anak atau tidak. Tentu saja hal ini hanya mungkin bagi orangtua yang memiliki tanggungjawah. Orangtua yang baik tidak akan menuntut anaknya untuk sama dengan anak lainnya. Karena setiap individu adalah unik. Kita dapat membentuk kepribadian anak kita, tetapi bukan untuk menyamakan karakter mereka. Seperti kita lihat sahabat Umar ra, Abu Bakar ra dan sebagainya, mereka tidak memiliki karakter yang sama meskipun masing-masing mereka merupakan pribadi-pribadi yang islami. Keunikan mereka  justru menjadian mereka ibarat bintang-bintang yang gemerlapan di langit, terangnya bintang yang satu tidak memudarkan terangnya bintang yang lain. Begitu pula halnya dengan kreatifitas, setoap sahabat adalah insan kreatif. Masing-masing mereka memiliki dimensi kreatifitas sendiri-sindiri. Salman Al-Farisi penggagas perang parit, Umar bin Khattab penggagas ketertiban lalu lintas, Abu Bakar Ash-Shiddiq penggagas tegaknya sistim ekonomi islam, Khalid bin Walid penggagas strategi perang moderen dan banyak lagi.
Tinggal yang menjadi masalah sekarang adalah, kita para orangtua kurang bersungguh-sungguh untuk menemukan bakat-bakat dan minat-minat yang dimiliki oleh anak. Seolah-olah kita para orangtua lebih suka anak kita menjadi fotokopi orang lain, ketimbang dia tumbuh sebagai suatu pribadi yang utuh. Kalau anak-anak Amerika dengan shibghah (celupan) individualis liberalis dapat mengatakan : I want to be me ! Mengapa anak-anak kita, anak muslim tidak dapat mengatakan : Ana Abdullah ( Saya abdi Allah) ! Kalau kepribadian menentukan kreativitas, maka seorang muslim pada hakekatnya memiliki potensi kreatif lebih besar dibandingkan ummat-ummat lainnya. Karena kepribadian islam tiada tandingannya.
Menumbuhkan dan Mengembangkan Motivasi
Kepribadian yang kuat biasanya memiliki motivasi yang kuat pula. Tapi karena kreatifitas itu dimulai dari suatu gagasan yang interaktif, maka dorongan dari luar juga diperlukan untuk memunculkan suatu gagasan. Dalam hal ini para orangtua banyak berperan. Dengan komunikasi dialogis dan kemampuan mendengar aktif maka anak akan merasa dipercaya, dihargai, diperhatikan, dikasihi, didengarkan, dimengerti, didukung, dilibatkan dan diterima segala kelemahan dan keterbatasannya. Dengan ini anak akan memiliki dorongan yang kuat untuk secara berani dan lancar mengemukakan gagasan-gagasannya. Selain komunikasi dialogis dan mendengar aktif, untuk memotivasi anak agar lebih kreatif, sudah seharusnya kita memberikan perhatian serius kepada aktifitas yang tengah dilakukan oleh anak kita. Seperti misalnya melakukan aktifitas bersama-sama mereka. Kalau kita biasa melakukan shoum dan shalat bersama anak-anak kita, mengapa untuk aktifitas yang lain kita tidak dapat melakukannya ? Bukanlah lebih mudah untuk mentransfer suatu kebiasaan yang sama ketimbang  harus memulai suatu kebiasaan yang sama sekali baru ? Dengan demikian sesungguhnya seorang muslim memiliki peluang yang lebih besar untuk menjadikan anak-anak mereka kreatif. Tinggallah sekarang bagaimana kita sebagai orangtua muslim senantiasa berusaha untuk memperkenalkan anak-anak kita dengan berbagai hal dan sesuatu yang baru untuk memenuhi aspek kognitif mereka. Agar mereka lebih terdorong lagi untuk berpikir dan berbuat secara kreatif. Suatu hal yang perlu dicatat dalam memotivasi anak agar kreatif, lakukanlah serekreatif mungkin dan hindarilah kesan-kesan rekonstruktif.
Mensistimatisir Proses Pembentukan Anak Kreatif
Beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh orang tua dalam pembentukan anak kreatif adalah :
Pertama : Persiapan waktu, tempat, fasilitas dan bahan yang memadai.
Mengenai waktu dapat berkisar antara 5- 30 menit setiap hari, sangat tergantung pada bentuk kreatifitas apa yang hendak dikembangkan. Begitu pula halnya dengan tempat, ada yang  memerlukan tempat yang khusus dan ada pula yang dapat dilakukan di mana saja. Fasilitas tidak harus selalu canggih, tergantung sasaran apa yang hendak dicapai. Bahan pun tidak harus selalu baru, lebih sering justru menggunakan bahan-bahan sisa atau bekas.
Kedua : Mengatur selang seling kegiatan. Kegiatan diatur sedemikian rupa agar dalam melakukan aktifitas tersebut anak-anak terkadang melakukan aktivitas secara individual, tetapi adakalanya juga melakukan aktifitas secara kelompok. Terkadang anak-anak melakukan aktivitas secara kompetitif, terkadang juga secara kooperatif
.
Ketiga : Menyediakan satu sudut khusus untuk anak dalam melakukan aktifitas
Kita dapat menyediakan satu sudut di rumah untuk menghamparkan sajadah dan kemudian shalat diatasnya. Mengapa kita tidak dapat menyediakan sudut khusus untuk kreatifitas anak-anak kita ?
Keempat : Memelihara iklim kreatifitas agar tetap terpelihara
Caranya dengan mengoptimalkan point-point yang telah disebutkan pada kunci no 2 untuk mempertahankan kreatifitas anak.
Mengevaluasi Hasil Kreativitas
Selama ini kita sering terjebak untuk menilai kreatifitas melalui hasil atau produk kreatifita. Padahal sesunggunya proses itu lebih penting ketimbang hasilnya. Pentingnya penilaian kita terhadap proses kreatifitas, bukan berarti kita tidak boleh menilai hasil kreatifitas itu sendiri. Penilaian tetap dilakukan, hanya saja ada satu hal yang harus kita perhatikan dalam menilai. Hendaknya kita menilai hasil kreatifitas tersebut dengan menggunakan perspektif anak dan bukan menggunakan perspektif kita sebagai orang tua. Kalau kita mendapati seorang anak berusia 3 tahun dan kemudian dia dapat menyebutkan angka dari 1 sampai 10 apakah kita akan mengatakan, “Ah, kalau cuma kaya’ begitu saya bisa !” Tentu saja satu hal yang tidak boleh dilupakan dalam mengevaluasi prosos dan hasil kreatifitas adalah “Open Mind” atau dengan “Pikiran yang terbuka”. Apalagi anak seringkali mengemukakan gagasannya atau menelurkan suatu hasil kreatifitas yang tidak lazim. Setiap kali kita mengevaluasi hasil tersebut, kita harus selalu memberikan dukungan dan juga penguatan. Dan begitu juga sebaliknya, jauhi celaan dan hukuman … agar anak kita tetap kreatif. [Ummi 8/VI/ 1994]

PENDIDIKAN ANAK DALAM ISLAM


oleh : Yusuf Muhammad Al-Hasan

Dan orang-orang yang berkata : "Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami dari isteri-isteri kami
dan keturunan kami kesenangan hati, dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa."
( QS. Al-Furqan : 74 )
Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya
adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, tidak mendurhakai Allah
terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan."
(QS. At Tahrim: 6 ).
"Apabila manusia mati maka terputuslah amalannya kecuali dari tiga perkara: sedekah jariyah, ilmu
bermanfaat, atau anak shaleh yang mendo’akannya."
(HR. Muslim, dari Abu Hurairah)




PENDAHULUAN


Segala puji milik Allah Tuhan semesta alam.
Shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada Rasul termulia, kepada keluarga dan para sahabatnya.
Seringkali orang mengatakan: "Negara ini adikuasa, bangsa itu mulia dan kuat, tak ada seorangpun yang
berpikir mengintervensi negara tersebut atau menganeksasinya karena kedigdayaan dan
keperkasaannya" .

Dan elemen kekuatan adalah kekuatan ekonomi, militer, teknologi dan kebudayaan. Namun, yang
terpenting dari ini semua adalah kekuatan manusia, karena manusia adalah sendi yang menjadipusat
segala elemen kekuatan lainnya. Tak mungkin senjata dapat dimanfaatkan, meskipun canggih, bila tidak
ada orang yang ahli dan pandai menggunakannya. Kekayaan, meskipun melimpah, akan menjadi
mubadzir tanpa ada orang yang mengatur dan mendaya-gunakannya untuk tujuan-tujuan yang
bermanfaat.

Dari titik tolak ini, kita dapati segala bangsa menaruh perhatian terhadap pembentukan individu,
pengembangan sumber daya manusia dan pembinaan warga secara khusus agar mereka menjadi orang
yang berkarya untuk bangsa dan berkhidmat kepada tanah air.

Sepatutnya umat Islam memperhatikan pendidikan anak dan pembinaan individu untuk mencapai
predikat "umat terbaik", sebagaimana dinyatakan Allah ’Azza Wa lalla dalam firman-Nya:
"Kamu adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf dan
mencegah dariyang munkar... ". (Surah Ali Imran : 110).

Dan agar mereka membebaskan diri dari jurang dalam yang mengurung diri mereka, sehingga keadaan
mereka dengan umat lainnya seperti yang beritakan Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam :
"Hampir saja umat-umat itu mengerumuni kalian bagaikan orang-orang yang sedang makan
berkerumun disekitar nampan.". Ada seorang yang bertanya: "Apakah karena kita berjumlah sedikit pada masa itu?" Jawab beliau: "Bahkan kalian pada masa itu berjumlah banyak, akan tetapi kalian
bagaikan buih air bah. Allah niscaya mencabut dari hati musuh kalian rasa takut kepada kalian, dan
menanamkan rasa kelemahan dalam dada kalian". Seorang bertanya: "Ya Rasulullah, apakah maksud
kelemahan itu?" Jawab beliau: "Yaitu cinta kepada dunia dan enggan mati".

PERANAN KELUARGA DALAM ISLAM

Keluarga mempunyai peranan penting dalam pendidikan, baik dalam lingkungan masyarakat Islam
maupun non-Islam. Karerena keluarga merupakan tempat pertumbuhan anak yang pertama di mana dia
mendapatkan pengaruh dari anggota-anggotanya pada masa yang amat penting dan paling kritis dalam
pendidikan anak, yaitu tahun-tahun pertama dalam kehidupanya (usia pra-sekolah). Sebab pada masa
tersebut apa yang ditanamkan dalam diri anak akan sangat membekas, sehingga tak mudah hilang atau
berubah sudahnya.

Dari sini, keluarga mempunyai peranan besar dalam pembangunan masyarakat. Karena keluarga
merupakan batu pondasi bangunan masyarakat dan tempat pembinaan pertama untuk mencetak dan
mempersiapkan personil-personilnya.

Musuh-musuh Islam telah menyadari pentingya peranan keluarga ini. Maka mereka pun tak segan-segan
dalam upaya menghancurkan dan merobohkannya. Mereka mengerahkan segala usaha ntuk mencapai
tujuan itu. Sarana yang mereka pergunakan antara lain:

[1.] Merusak wanita muslimah dan mempropagandakan kepadanya agar meninggallkan
tugasnya yang utama dalam menjaga keluarga dan mempersiapkan generasi. Merusak generasi
muda dengan upaya mendidik mereka di tempat-tempat pengasuhan yang jauh dari keluarga, agar
mudah dirusak nantinya. Merusak masyarakat dengan menyebarkan kerusakan dan kehancuran,
sehingga keluarga, individu dan masyarakat seluruhnya dapat dihancurkan.

Sebelum ini, para ulama umat Islam telah menyadari pentingya pendidikan melalui keluarga. Syaikh
Abu Hamid Al Ghazali ketika membahas tentang peran kedua orangtua dalam pendidikan mengatakan:
"Ketahuilah, bahwa anak kecil merupakan amanat bagi kedua orangtuanya. Hatinya yang masih suci
merupakan permata alami yang bersih dari pahatan dan bentukan, dia siap diberi pahatan apapun dan
condong kepada apa saja yang disodorkan kepadanya Jika dibiasakan dan diajarkan kebaikan dia akan
tumbuh dalam kebaikan dan berbahagialah kedua orang tuanya di dunia dari akherat, juga setiap
pendidik dan gurunya. Tapi jika dibiasakan kejelekan dan dibiarkan sebagai mana binatang temak,
niscaya akan menjadi jahat dan binasa. Dosanya pun ditanggung oleh penguru dan walinya. Maka
hendaklah ia memelihara mendidik dan membina serta mengajarinya akhlak yang baik, menjaganya dari
teman-teman jahat, tidak membiasakannya bersenang-senang dan tidak pula menjadikannya suka
kemewahan, sehingga akan menghabiskan umurnya untuk mencari hal tersebut bila dewasa."

TUJUAN PENDIDIKAN DALAM ISLAM

Banyak penulis dan peneliti membicarakan tentang tujuan pendidikan individu muslim. Mereka
berbicara panjang lebar dan terinci dalam bidang ini, hal yang tentu saja bermanfaat. Apa yang mereka katakan kami ringkaskan sebagai berikut:
" Nyatalah bahwa pendidikan individu dalam islam mempunyai tujuan yang jelas dan tertentu, yaitu:
menyiapkan individu untuk dapat beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dan tak perlu
dinyatakan lagi bahwa totalitas agama Islam tidak membatasi pengertian ibadah pada shalat, shaum dan
haji; tetapi setiap karya yang dilakukan seorang muslim dengan niat untuk Allah semata merupakan
ibadah." (Aisyah Abdurrahman Al Jalal, Al Mu’atstsirat as Salbiyah fi Tarbiyati at Thiflil Muslim wa
Thuruq ’Ilajiha, hal. 76.

MEMPERHATIKAN ANAK SEBELUM LAHIR

Perhatian kepada anak dimulai pada masa sebelum kelahirannya, dengan memilih isteri yang shalelhah,
Rasulullah SAW memberikan nasehat dan pelajaran kepada orang yang hendak berkeluarga dengan
bersabda :
" Dapatkan wanita yang beragama, (jika tidak) niscaya engkau merugi" (HR.Al-Bukhari dan Muslim)

Begitu pula bagi wanita, hendaknya memilih suami yang sesuai dari orang-orang yang datang
melamarnya. Hendaknya mendahulukan laki-laki yang beragama dan berakhlak. Rasulullah
memberikan pengarahan kepada para wali dengan bersabda :
"Bila datang kepadamu orang yang kamu sukai agama dan akhlaknya, maka kawikanlah. Jika tidak
kamu lakukan, nisacayaterjadi fitnah di muka bumi dan kerusakan yang besar"

Termasuk memperhatikan anak sebelum lahir, mengikuti tuntunan Rasulullah dalam kehidupan rumah
tangga kita. Rasulullah memerintahkan kepada kita:
"Jika seseorang diantara kamu hendak menggauli isterinya, membaca: "Dengan nama Allah. Ya Allah,
jauhkanlah kami dari syaitan dan jauhkanlah syaitan dari apa yang Engkau karuniakan kepada kami".
Maka andaikata ditakdirkan keduanya mempunyai anak, niscaya tidak ada syaitan yang dapat
mencelakakannya".

MEMPERHATIKAN ANAK KETIKA DALAM KANDUNGAN

Setiap muslim akan merasa kagum dengan kebesaran Islam. Islam adalah agama kasih sayang dan
kebajikan. Sebagaimana Islam memberikan perhatian kepada anak sebelum kejadiannya, seperti
dikemukakan tadi, Islam pun memberikan perhatian besar kepada anak ketika masih menjadi janin
dalam kandungan ibunya. Islam mensyariatkan kepada ibu hamil agar tidak berpuasa pada bulan
Ramadhan untuk kepentingan janin yang dikandungnya. Sabda Rasulullah :

"Sesungguhnya Allah membebaskan separuh shalat bagi orang yang bepergian, dan (membebaskan)
puasa bagi orang yang bepergian, wanita menyusui dan wanita hamil" ( Hadits riwayat Abu Dawud, At
Tirmidzi dan An Nasa’i. Kata Al Albani dalam Takhrij al Misykat: "Isnad hadits inijayyid’ )

Sang ibu hendaklah berdo’a untuk bayinya dan memohon kepada Allah agar dijadikan anak yang shaleh
dan baik, bermanfaat bagi kedua orangtua dan seluruh kaum muslimin. Karena termasuk do’a yang
dikabulkan adalah do’a orangtua untuk anaknya.

PENDIDIKAN ANAK DALAM ISLAM

PENDIDIKAN ANAK DALAM ISLAM

oleh : Yusuf Muhammad Al-Hasan

Dan orang-orang yang berkata : "Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami dari isteri-isteri kami
dan keturunan kami kesenangan hati, dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa."
( QS. Al-Furqan : 74 )
Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya
adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, tidak mendurhakai Allah
terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan."
(QS. At Tahrim: 6 ).
"Apabila manusia mati maka terputuslah amalannya kecuali dari tiga perkara: sedekah jariyah, ilmu
bermanfaat, atau anak shaleh yang mendo’akannya."
(HR. Muslim, dari Abu Hurairah)
[center]

PENDAHULUAN

Segala puji milik Allah Tuhan semesta alam.
Shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada Rasul termulia, kepada keluarga dan para sahabatnya.
Seringkali orang mengatakan: "Negara ini adikuasa, bangsa itu mulia dan kuat, tak ada seorangpun yang
berpikir mengintervensi negara tersebut atau menganeksasinya karena kedigdayaan dan
keperkasaannya" .

Dan elemen kekuatan adalah kekuatan ekonomi, militer, teknologi dan kebudayaan. Namun, yang
terpenting dari ini semua adalah kekuatan manusia, karena manusia adalah sendi yang menjadipusat
segala elemen kekuatan lainnya. Tak mungkin senjata dapat dimanfaatkan, meskipun canggih, bila tidak
ada orang yang ahli dan pandai menggunakannya. Kekayaan, meskipun melimpah, akan menjadi
mubadzir tanpa ada orang yang mengatur dan mendaya-gunakannya untuk tujuan-tujuan yang
bermanfaat.

Dari titik tolak ini, kita dapati segala bangsa menaruh perhatian terhadap pembentukan individu,
pengembangan sumber daya manusia dan pembinaan warga secara khusus agar mereka menjadi orang
yang berkarya untuk bangsa dan berkhidmat kepada tanah air.

Sepatutnya umat Islam memperhatikan pendidikan anak dan pembinaan individu untuk mencapai
predikat "umat terbaik", sebagaimana dinyatakan Allah ’Azza Wa lalla dalam firman-Nya:
"Kamu adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf dan
mencegah dariyang munkar... ". (Surah Ali Imran : 110).

Dan agar mereka membebaskan diri dari jurang dalam yang mengurung diri mereka, sehingga keadaan
mereka dengan umat lainnya seperti yang beritakan Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam :
"Hampir saja umat-umat itu mengerumuni kalian bagaikan orang-orang yang sedang makan
berkerumun disekitar nampan.". Ada seorang yang bertanya: "Apakah karena kita berjumlah sedikit pada masa itu?" Jawab beliau: "Bahkan kalian pada masa itu berjumlah banyak, akan tetapi kalian
bagaikan buih air bah. Allah niscaya mencabut dari hati musuh kalian rasa takut kepada kalian, dan
menanamkan rasa kelemahan dalam dada kalian". Seorang bertanya: "Ya Rasulullah, apakah maksud
kelemahan itu?" Jawab beliau: "Yaitu cinta kepada dunia dan enggan mati".

PERANAN KELUARGA DALAM ISLAM

Keluarga mempunyai peranan penting dalam pendidikan, baik dalam lingkungan masyarakat Islam
maupun non-Islam. Karerena keluarga merupakan tempat pertumbuhan anak yang pertama di mana dia
mendapatkan pengaruh dari anggota-anggotanya pada masa yang amat penting dan paling kritis dalam
pendidikan anak, yaitu tahun-tahun pertama dalam kehidupanya (usia pra-sekolah). Sebab pada masa
tersebut apa yang ditanamkan dalam diri anak akan sangat membekas, sehingga tak mudah hilang atau
berubah sudahnya.

Dari sini, keluarga mempunyai peranan besar dalam pembangunan masyarakat. Karena keluarga
merupakan batu pondasi bangunan masyarakat dan tempat pembinaan pertama untuk mencetak dan
mempersiapkan personil-personilnya.

Musuh-musuh Islam telah menyadari pentingya peranan keluarga ini. Maka mereka pun tak segan-segan
dalam upaya menghancurkan dan merobohkannya. Mereka mengerahkan segala usaha ntuk mencapai
tujuan itu. Sarana yang mereka pergunakan antara lain:

[1.] Merusak wanita muslimah dan mempropagandakan kepadanya agar meninggallkan
tugasnya yang utama dalam menjaga keluarga dan mempersiapkan generasi. Merusak generasi
muda dengan upaya mendidik mereka di tempat-tempat pengasuhan yang jauh dari keluarga, agar
mudah dirusak nantinya. Merusak masyarakat dengan menyebarkan kerusakan dan kehancuran,
sehingga keluarga, individu dan masyarakat seluruhnya dapat dihancurkan.

Sebelum ini, para ulama umat Islam telah menyadari pentingya pendidikan melalui keluarga. Syaikh
Abu Hamid Al Ghazali ketika membahas tentang peran kedua orangtua dalam pendidikan mengatakan:
"Ketahuilah, bahwa anak kecil merupakan amanat bagi kedua orangtuanya. Hatinya yang masih suci
merupakan permata alami yang bersih dari pahatan dan bentukan, dia siap diberi pahatan apapun dan
condong kepada apa saja yang disodorkan kepadanya Jika dibiasakan dan diajarkan kebaikan dia akan
tumbuh dalam kebaikan dan berbahagialah kedua orang tuanya di dunia dari akherat, juga setiap
pendidik dan gurunya. Tapi jika dibiasakan kejelekan dan dibiarkan sebagai mana binatang temak,
niscaya akan menjadi jahat dan binasa. Dosanya pun ditanggung oleh penguru dan walinya. Maka
hendaklah ia memelihara mendidik dan membina serta mengajarinya akhlak yang baik, menjaganya dari
teman-teman jahat, tidak membiasakannya bersenang-senang dan tidak pula menjadikannya suka
kemewahan, sehingga akan menghabiskan umurnya untuk mencari hal tersebut bila dewasa."

TUJUAN PENDIDIKAN DALAM ISLAM

Banyak penulis dan peneliti membicarakan tentang tujuan pendidikan individu muslim. Mereka
berbicara panjang lebar dan terinci dalam bidang ini, hal yang tentu saja bermanfaat. Apa yang mereka katakan kami ringkaskan sebagai berikut:
" Nyatalah bahwa pendidikan individu dalam islam mempunyai tujuan yang jelas dan tertentu, yaitu:
menyiapkan individu untuk dapat beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dan tak perlu
dinyatakan lagi bahwa totalitas agama Islam tidak membatasi pengertian ibadah pada shalat, shaum dan
haji; tetapi setiap karya yang dilakukan seorang muslim dengan niat untuk Allah semata merupakan
ibadah." (Aisyah Abdurrahman Al Jalal, Al Mu’atstsirat as Salbiyah fi Tarbiyati at Thiflil Muslim wa
Thuruq ’Ilajiha, hal. 76.

MEMPERHATIKAN ANAK SEBELUM LAHIR

Perhatian kepada anak dimulai pada masa sebelum kelahirannya, dengan memilih isteri yang shalelhah,
Rasulullah SAW memberikan nasehat dan pelajaran kepada orang yang hendak berkeluarga dengan
bersabda :
" Dapatkan wanita yang beragama, (jika tidak) niscaya engkau merugi" (HR.Al-Bukhari dan Muslim)

Begitu pula bagi wanita, hendaknya memilih suami yang sesuai dari orang-orang yang datang
melamarnya. Hendaknya mendahulukan laki-laki yang beragama dan berakhlak. Rasulullah
memberikan pengarahan kepada para wali dengan bersabda :
"Bila datang kepadamu orang yang kamu sukai agama dan akhlaknya, maka kawikanlah. Jika tidak
kamu lakukan, nisacayaterjadi fitnah di muka bumi dan kerusakan yang besar"

Termasuk memperhatikan anak sebelum lahir, mengikuti tuntunan Rasulullah dalam kehidupan rumah
tangga kita. Rasulullah memerintahkan kepada kita:
"Jika seseorang diantara kamu hendak menggauli isterinya, membaca: "Dengan nama Allah. Ya Allah,
jauhkanlah kami dari syaitan dan jauhkanlah syaitan dari apa yang Engkau karuniakan kepada kami".
Maka andaikata ditakdirkan keduanya mempunyai anak, niscaya tidak ada syaitan yang dapat
mencelakakannya".

MEMPERHATIKAN ANAK KETIKA DALAM KANDUNGAN

Setiap muslim akan merasa kagum dengan kebesaran Islam. Islam adalah agama kasih sayang dan
kebajikan. Sebagaimana Islam memberikan perhatian kepada anak sebelum kejadiannya, seperti
dikemukakan tadi, Islam pun memberikan perhatian besar kepada anak ketika masih menjadi janin
dalam kandungan ibunya. Islam mensyariatkan kepada ibu hamil agar tidak berpuasa pada bulan
Ramadhan untuk kepentingan janin yang dikandungnya. Sabda Rasulullah :

"Sesungguhnya Allah membebaskan separuh shalat bagi orang yang bepergian, dan (membebaskan)
puasa bagi orang yang bepergian, wanita menyusui dan wanita hamil" ( Hadits riwayat Abu Dawud, At
Tirmidzi dan An Nasa’i. Kata Al Albani dalam Takhrij al Misykat: "Isnad hadits inijayyid’ )

Sang ibu hendaklah berdo’a untuk bayinya dan memohon kepada Allah agar dijadikan anak yang shaleh
dan baik, bermanfaat bagi kedua orangtua dan seluruh kaum muslimin. Karena termasuk do’a yang
dikabulkan adalah do’a orangtua untuk anaknya.

Sikap Hati-Hati dan Anak Shaleh

Saya mempunyai seorang teman yang dalam kehidupan kesehariannya sangat hati-hati terhadap apa yang ia kerjakan. Apa yang ia lakukan selalu berpedoman kepada suatu kalimat yang ia pegang: "Allah ridla apa tidak dengan tindakan saya?"
Terus terang saya mengaguminya. Saya ingin menirunya. Namun betapa berat saya mencoba mengikuti langkah-langkahnya. Bicaranya yang sederhana. Penjagaannya
terhadap mata dan telinganya dari sesuatu yang mendatangkan dosa. Sampai-sampai sesuatu yang sangat sederhanapun, ia selalu mengingat bagaimana cara Nabi melakukannya.
Suatu saat saya bertanya padanya. Kenapa engkau bisa seperti itu? Dia menjawab enteng. " Yaa, ini semua bukanlah karena saya, mungkin karena doa orang tua saya." Saya hanya mengangguk-angguk.
Terlintas di pikiran saya tentang sosok orang-orang alim. Sosok orang-orang yang hidupnya telah menyerahkan bulat-bulat kepada Allah SWT. Para Nabi, Sahabat Rasul, dan kekasih-kekasih Allah yang lain. Banyak dari beliau-beliau ini yang mendapat derajat sangat dekat dengan Allah, bukan hanya karena upayanya sendiri, tapi tempaan, didikan, suatu amalan yang konsisten dan langgeng atau munajat orang tuanya kepada Ar-Rabbul Jalil. Sehingga lahirlah anak-anak shaleh.
Saya jadi penasaran dengan orang tua laki-laki ini. Amalan seperti apa yang ia kerjakan sehari-hari selain yang di wajibkan? Doa seperti apa yang ia panjatkan padaNya sehingga melahirkan sosok yang menurut saya adalah termasuk kriteria shaleh ini?
Suatu saat, ketika saya ada kesempatan pulang dari rantau, saya temui orang tua laki-laki ini. Bahkan saya menginap di rumahnya. Saya banyak ngobrol dengannya. Ingin sekali rasanya menimba ilmu dari orang tua yang telah melahirkan profil seperti teman saya itu.
Ternyata beliau ini orang sederhana saja. Seperti kebanyakan orang -orang kampung lainnya. Tak ada sesuatu keistimewaan yang menonjol dari dirinya.
Namanya pak Salim. Ia lebih dikenal orang-orang daerah itu Salim Tempe. Karena ia seorang penjual tempe. Waktu subuh, Maghrib dan Isya, sudah dipastikan ia ada di mushola kampung itu. Sebab ia lebih sering ditunjuk untuk menjadi imam sholat. Walaupun ia sendiri bukanlah imam tetap mushola tersebut.
Namun, walaupun ia orang biasa-biasa saja, bukan ustadz bukan kyai, bukan alumni pesantren apalagi lulusan perguruan tinggi Islam, akan tetapi ada beberapa hal yang membuat beliau ini jadi luar biasa. Paling tidak menurut saya. Dan anehnya, oleh masyarakat sekitar dianggap sesuatu yang tidak umum dan wajar. Memang di zaman ini, jika ada seseorang yang ingin mencoba menerapkan Islam dalam kehidupan sehari-hari dianggapnya sebuah keanehan.
Yang pertama, kalau ada pilkades di desanya, ia selalu menolak diberi uang oleh para calon kades, karena ia takut itu suap. Dan ia tahu bahwa, yang menyuap dan yang disuap sama-sama masuk neraka. Maka ia selalu mengingatkan keluarganya jangan sampai mau menerima uang tersebut walaupun sekecil apapun. Sebab di banyak daerah, praktek mendapatkan 'suara' dengan iming-iming uang masih banyak berlaku
Yang kedua, dia selama hidupnya, tidak pernah menyimpan uang di sebuah tempat yang bernama bank konvensional. Sebab ia juga takut, bunga yang ada di dalam lembaga keuangan itu termasuk dalam riba. Sedang ia tahu bahwa riba itu dosa. Ia punya pendapat lebih baik menyimpan uangnya di bawah bantal atau di bawah tikar tidur. Sehingga ketika anaknya dari luar negri mengirimkan uang, ia cepat-cepat mengambilnya, ia takut jadi berbunga-bunga. Ia menggunakan bank sebagai alat
transfer saja.
Saya jadi mempunyai sebuah dugaan, barangkali amalan orang tua itulah yang membuat teman saya sangat kuat memegang rambu-rambu agama. Saya tidak sedang mengkultuskan keturunan, tapi sikap kehati-hatian orang tua terhadap hukum-hukum Allah, ternyata sangat menentukan keturunannya.
Dan sejarah mencatat juga, ada seorang perempuan penjual susu. Setiap kali mencampur susu dengan air ia sangat hati-hati. Bahkan setelah mengingat bahwa
kelak semua yang dilakukan manusia, akan dihisab, ia mengurungkan untuk mencampur susu itu dengan berlebihan. Ia takut susu itu hilang kemurniannya. Sehingga dapat membohongi si pembeli. Dan dengan sikap kehati-hatian perempuan itulah, Allah mengaruniakan seorang anak shaleh. Yang ahirnya ketika tumbuh besar menjadi sosok yang luar biasa. Sosok itu adalah Umar bin Abdul Aziz. Siapa tak kenal khalifah zuhud ini?
Akhirnya, suatu saat saya bertanya kepada diri sendiri. Mampukan saya menjaga kehati-hatian terhadap sesuatu yang sederhana, tapi ternyata betapa besar nilainya di hadapan Allah SWT? Dan mampukah saya bertindak seperti mereka demi menghasilkan anak yang shaleh, sebagai investasi abadi?

Mendambakan Anak Shaleh

Seekor hewan yang baru melahirkan, anaknya langsung dapat berdiri dan berjalan.Tidak begitu lama, sudah dapat ikut mencari makan, bersama ibunya. Dan akhirnya dapat makan sendiri. Berbeda dengan seorang manusia, Sangat lama waktunya dididfik.Tidak tahu mengapa sesuatu ketika lahir. Satu-satunya yang diketahui hanya pintar menangis. Ketika kepanasan atau kedinginan, lantaran kain pembalutnya basah. Bertahun-tahun lamanya dipelihara. Digendong dan disusui. Setiap hari dimandikan, dipeluk dan. dibelai. Dikasihi dan ditimang-timang. Bahkan disediakan ayunan, buaian dan nyanyian khusus, agar dapat tidur. Lama sekali baru dapat membalik badannya. Kemudian diajar merangkak, duduk dan berdiri, Sesudah itu barulah dapat berjalan sedikit demi sedikit, sekalipun masih sering terjatuh.

Sesudah dapat berjalan dan bercakap sedikit demi sedikit serta usianya telah mencapai 4 tahun, barulah orangtua memasukkan ke Taman kanak-kanak. Kemudian SD, SMP dan akhirnya SMA. Di usia sekolah dasar dan lanjutan, harus menghabiskan waktu paling kurang 14 tahun, dengan biaya besar, barulah diharapkan dapat memperoleh selembar ijazah SMA atau sederajat.. Tapi selembar ijazah sekolah lanjutan itu, belum menjamin, sudah dapat bekerja dan mencari makan sendiri. Apalagi untuk membantu orangtua yang pernah membiayainya.

Melihat kronologis itu, terasalah bagi kita, betapa beratnya dan lamanya waktu serta banyaknya biaya yang dibutuhkan mendidik seorang manusia, hingga tingkat SMA dibandingkan seekor hewan. Disamping itu betapa banyaknya pengorbanan dan tenaga orangtua mengurus anaknya. Biasa tidak tidur semalam menunggu anak yang belum kembali ke rumah Demikian soal makanan. Lebih diutamakan anak dari diri orangtua sendiri . Semuanya itu dilakukan, agar menjadi manusia yang baik. Dan hal itu lebih berat, jika diharapkan, sekaligus agar anak dapat menjadi anak saleh. Tapia pa hendak dikata, sesuai kenyataan, sdehari-hari banyak terlihat, sekalipun orangtuanya berpangkat tinggi atau kaya pengajar di perguruan tinggi, justru anaknya Taleh (rusak), sekalipun sudah di masukkan ke disekolah pavorit di pulau Jawa atau di luar negeri.
Bagaimana mendidik anak saleh ?.

Mau’izhah :Al-Quran sebagai ajaran pendidikan terbesar telah memberikan dasar-dasar pendidikan anak. Dimulai dengan menyadarkan mensukuri kehadiran kita.

“ Allah mengeluarkan dari perut ibumu dan kamu tidak mengetahui sesuatu apapun. Kemudian Allah memberikan kamu pendengaran, penglihatan dan perasaan hati, agar kamu tahu bersyukur kepadaNya. (QS.16: 78).

Dalam perkembangan manusia di dunia, kegiatan yang banyak dilakukan, adalah permainan, kelalaian, dan persaingan.

Sesuai Al-Quran LA’IBUN…( Ketahuilah bahwa sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan, dan sesuatu yang melalaikan, perhiasan, dan bermegah-megah, antara kamu, serta berbangga – banggaan, tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanamannya mengagumkan para petani. Kemudian tanaman itu menjadi kering, dan kamu lihat warnanya kuning, kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat nanti, ada azab yang keras dan ada ampunan dari Allah serta keridhaanNya. Dan sesungguhnya kehidupan dunia ini tak lain hanyalah kehidupan yang menipu. (QS.57:2O).

Syekh Al-Jazairi, dalam Tafsirnya menjelaskan bahwa yang disebut kehidupan dunia, hanya permainan dan perhiasan, karena permainan anak-anak yang bermacam-macam itu cepat sekali rusak dan membosankan. Sedang perhiasan itu misalnya dalam berpakaian, selalu berubah-ubah model, juga dalam sekejap. Semuanya itu tak lain, kecuali adalah perlombaan berbangga-bangga dan saling bersaingan harta dan anak.. Kedua hal itu melahirkan sifat yang menipu otak dan kehidupan. Karena seseorang terlalu gila kepada dunia. Artinya, hakikat kehidupan dunia ini adalah kehidupan yang menipu ( Juz V : 272 ).

Ulama Tafsir yang lain, lebih memfokuskan bahwa sebenarnya hidup ini bertahap, melalui perkembangan biologis dan motoris, misalnya:

Pertama, La’ibun (banyak bermain-main) terutama di masa anak-anak.

Kedua, Lahwun (banyak yang melalaikan) tertutama di masa remaja.

Ketiga, Zinatun, (berhias dan bersolek ) terutama di masa muda.

Keempat, Tafakhur dan takastur (berbangga – banggaan dan persaingan) terutama di masa tua. Bersaing mengenai banyaknya harta dan anak. Kemudian ayat itu, ditutup dengan mengingatkan, bahwa sebenarnya kehidupan dunia ini, tiada lain kecuali hanyalah kesenangan yang menipu. Laksana petani ketika melihat kebunnya subur karena tersiram hujan, tapi setelah diamati satu persatu, ternyata hasilnya banyak kering dan keropos.

Dari ayat tersebut itu dipahami, bahwa seorang muslim, hendaknya berusaha keras, menjauhi sebab-musabab, yang dapat menjadikan dirinya keropos dan kering. Tiada jalan kecuali mendidik dan berusaha keras, agar anaknya kelak menjadi saleh.Dan tidak termasuk anak yang menghabiskan umur mudanya mengerjakan pekerjaan yang melalaikan, yaitu hanya pintar berhias, dan bersenang - senang serta melupakan Allah. Tapi suatu kenyataan, model anak Taleh (rusak) seperti inilah yang banyak dijumpai di kota-kota besar. Dan celakanya, mulai memasuki desa-desa, yang dulunya fanatic beragama. Karena hampir semua yang ada di kota, seperti tontonan porno dan sadis serta bacaan yang merusak, sangat gampang ditemukan, di mana-mana.

Anak saleh :Mendidik anak jadi saleh, termasuk pekerjaan berat. Sudah dikemukakan diatas. Berbeda dengan seekor hewan. Biarpun telah dimasukan di sekolah pavorit. di Jawa atau di luar negeri. Namun, anaknya menjadi pecandu Narkoba, dan melalaikan Tuhan Akibatnya, meresahkan kedua orangtua dan masyarakat di sekelilingnya.

Al-Quran sebagai “ Mauizhah wa Rahmah “ ( Pendidikan agung dan Pencurah rahmah ) telah memberikan dasar-dasar pendidikan, yang jika dilaksanakan dengan baik, insya Allah, anaknya akan menjadi saleh, dan tidak akan meresahkan orangtua.

Pertama, seorang ayah dalam membina keluarganya, tidak memberi makan anaknya dari penghasilan yang tidak halal. Baik zatnya atau caranya memperoleh.
Diperingatkan Al-Quran “ QUW ANFUSAKUM WAAHLIKUM NARA” ( Jagalah dirimu dan keluargamu (anak-isteri ), dari sentuhan neraka) ( QS. Tahrim 6). Artinya, tidak memberinya makanan yang haram, dan berusaha keras mendidik keluarganya hidup yang Islami.
Menurut Failasuf Imam Al-Gazali, kalau orangtua sudah pernah memberi makan anaknya setitik zat yang sifatnya terlarang agama, bagaimanapun usaha mendidik anak dengan baik, akan kandas, karena telah ada bibit hitam didalam tubuh si anak.

Kedua, Orangtua selalu mendoakan anaknya setiap selesai salat, terutama salat di tengah malam. .Doanya dalam Al-Quran banyhak, seperti “ QURRATA A’YUN ”…( Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami, isteri dan keturunan kami yang “Qurrata A’yuin “ ( sebagai penyenang hati ). Dan jadikanlah kami, imam bagi orang-orang yang bertakwa. (QS.25 :74).

Ketiga, mengikuti petunjuk pelaksanaan pendidikan yang diajarkan Rasul dalam hadis, yaitu : ( 1 ) “ Memberi nama yang baik, memberi makan yang halal, dan mengawinkan sesudah dewasa. (2) Diwaktu berusia 7 tahun sudah dilatih mengerjakan salat, . Kemudian di usia remaja, diajarkan keterampilan, misalnya berenang, berpanah dan menunggang kuda. Dan (3 ) Akhirnya dikawinkan , sesudah dewasa, (HR.Kutub Sittah).

Akhirnya, berdasarkan uraian singkat diatas, mendambakan anak saleh kaifiatnya dimulai dengan memberi nama yang baik, memberi makan yang halal, melatih disiplin salat sejak usia 7 tahun, mengajarkan keterampilan dan membiasakan taat dan sabar di usia remaja, dan mengawinkan dengan wanita yang beragama(tinggi akhlak), setelah dewasa serta tetap mendoakan “ Rabbi Habli Min al-shalihin” (Ya Tuhanku kurnialah saya anak saleh).Amin.

Anak Shaleh, Tidak Mau Masuk Surga Ketika Orang Tua di Neraka

Anak-anak itu kemudian berhenti di pintu syurga. Mereka bertanya: “Manakah ayah-ayah kami dan ibu-ibu kami? Dan masuk syurga tanpa ayah-ayah kami dan ibu-ibu kami sungguh tidak patut bagi kami.”

Malaikat berkata: “Sesungguhnya ayah-ayah kalian dan ibu-ibu kalian itu tidak seperti kamu, karena mereka telah durhaka terhadap Tuhan mereka, dan mereka mengikuti hawa nafsu mereka dan syaitan-syaitan mereka, dan mereka harus masuk neraka.”

Maka tatkala anak-anak itu mendengar ucapan ini, mereka menjerit-jerit keras sekali, dan menangis banyak-banyak. Dan pada sat itulah Allah Yang Maha Tinggi, Maha Tahu, lagi Maha Teliti pengetahuan-Nya, berfirman: “Wahai Jibril, jeritan apakah ini?”

Jawab Jibril, Alaihis Salaam: “Ini jeritan anak-anak orang Islam. Mereka berkata: ‘Kami tak butuh syurga. Dan kami tak dapat merasakan keenakan-keenakan syurga tanpa ayah-ayah dan ibu-ibu kami, dan kami mengharap dari Allah Ta’ala agar memaafkan mereka dan memberikan dosa-dosa mereka kepada kami, lalu memasukkan mereka bersama-sama kami ke dalam syurga. Dan kalau tidak, maka masukkanlah kami bersama mereka ke dalam neraka.”

Dan pada saat itu Allah Ta’ala berfirman kepada Jibril, Alaihis Salaam: “Pergilah dan ambillah ayah-ayah mereka da

Mendengar perkataan ini dari Allah Ta’ala, anak-anak itupun lalu bergembira dan bersukacita, dan mereka temuai ayah-ayah mereka dan ibu-ibu mereka masing-masing, mereka pimpin tangan mereka lalu masuk syurga bersama-sama mereka…”(Al Hadits).

Lima Tips Mendidik Anak

Dalam sebuah riwayat, diceritakan bahwa ada seorang lelaki tua sedang berjalan-jalan di tepi sungai. Saat berjalan-jalan, terlihatlah olehnya seorang anak sedang mengambil wudhu sambil menangis. Lalu ia beratanya, “Wahai anak kecil, kenapa kamu menangis?”
Anak itu menjawab, “Wahai kakek, saya telah membaca ayat Al-Quran sehingga sampai kepada ayat yang berbunyi;
“Yâ ayyuhal-ladzîna âmanû qû anfusakum,”

yang artinya;
“Wahai orang-orang yang beriman, jagalah olehmu sekalian akan dirimu.”
Saya menangis sebab saya takut akan dimasukkan ke dalam api neraka.”
Berkata orang tua itu, “Wahai anak, janganlah kamu takut, sesungguhnya kamu terpelihara dan kamu tidak akan dimasukkan ke dalam api neraka.”
Anak itu menjawab, Wahai kakek, kakek adalah orang yang berakal, tidakkah kakek lihat kalau orang menyalakan api, maka yang pertama akan mereka letakkan ialah ranting-ranting kayu yang kecil dahulu kemudian baru mereka letakkan yang besar. Jadi tentulah saya yang kecil ini akan dibakar dahulu sebelum dibakar orang dewasa.”
Berkata orang tua itu, sambil menangis, “Sesungguh anak ini lebih takut kepada neraka daripada orang yang dewasa, maka bagaimanakah keadaan kami nanti?”

====================================================
Bayangkan bila saja yang diceritakan dalam potongan kisah tersebut adalah anak kita. Anak yang kita lahirkan dan besarkan dengan keringat dan jerih payah. Tentu betapa beruntung dan berbahagianya kita sebagai orang tua. Betapa pun banyak keringat yang telah tercucur, tenaga yang telah terkuras, pikiran dan waktu yang telah tersita, semua takkan ada apa-apanya dibandingkan dengan hasil yang kita peroleh, yaitu anak yang shaleh.
Memiliki anak shaleh merupakan dambaan setiap keluarga. Di samping sebagai penerus keturunan, kelak anak shaleh juga akan menjadi investasi di masa yang akan datang. Do’a-do’a anak shaleh adalah pahala yang akan terus mengalir tanpa henti. Ia akan menembus langit dan akhirnya sampai kepada kita sebagai orang tua sebelum ataupun sesudah kita mati.
Berkeinginan memiliki anak yang shaleh bukanlah khayalan. Siapa pun orangnya sama memiliki kesempatan untuk mewujudkannya. Kehadiran anak shaleh dalam sebuah keluarga bukanlah mu’jizat atau turun dari langit dengan sendirinya. Ia akan hadir di tengah-tengah kita tiada lain merupakan buah dari usaha yang kita lakukan dalam mendidiknya. Bila kita berkeinginan dan berusaha keras mendidik anak agar menjadi anak yang shaleh, maka ia akan tumbuh sesuai dengan apa yang kita inginkan. Tetapi jika tidak, keinginan untuk memiliki anak shaleh hanyalah sebuah angan-angan dan hayalan semata.
Syaikh Abu Hamid Al Ghazali ketika membahas tentang peran kedua orangtua dalam pendidikan mengatakan: “Ketahuilah, bahwa anak merupakan amanat bagi kedua orangtuanya. Hatinya yang masih suci merupakan permata alami yang bersih dari pahatan dan bentukan, dia siap diberi pahatan apapun dan condong kepada apa saja yang disodorkan kepadanya Jika dibiasakan dan diajarkan kebaikan dia akan tumbuh dalam kebaikan dan berbahagialah kedua orang tuanya di dunia dari akherat, juga setiap pendidik dan gurunya. Tapi jika dibiasakan kejelekan dan dibiarkan sebagai mana binatang ternak, niscaya akan menjadi jahat dan binasa. Dosanya pun ditanggung oleh penguru dan walinya. Maka hendaklah ia memelihara mendidik dan membina serta mengajarinya akhlak yang baik, menjaganya dari teman-teman jahat, tidak membiasakannya bersenang-senang dan tidak pula menjadikannya suka kemewahan, sehingga akan menghabiskan umurnya untuk mencari hal tersebut bila dewasa.”
Berikut adalah beberapa metode dalam mendidik anak, agar anak diharapkan dapat memiliki sikap dan perilaku yang baik serta sesuai dengan keinginan orang tua dengan berlandaskan norma dan agama.
1.Keteladanan
Keluarga, khususnya orang tua adalah figur awal bagi seorang anak untuk diikuti dan dicontoh perilakunya. Ketika anak mulai beranjak remaja, fungsi ini mulai bergeser kepada kelompok sebaya-nya ataupun figur-figur lain di luar keluarga, seperti tokoh-tokoh dalam film atau cerita. Oleh karena itu, sudah seharusnya orang tua dapat memberikan pondasi awal yang kuat tentang sikap dan perilaku yang positif. Dengan demikian kelak ketika anak dihadapkan kepada situasi yang sangat kompleks, anak akan lebih siap dan konsisten terhadap pendiriannya.
Agar tujuan ini terwujud, maka tentunya harus ada keteladanan dari orang tua. Ingatlah suatu perbuatan orang tua tidak akan efektif bila hanya terjadi komunikasi satu arah. Berilah contoh yang kepada anak mengenai perilaku yang baik dari orang tua mereka sehari-hari. Ini bisa dimulai dengan hal-hal yang biasa sehari-hari kita lakukan di rumah. Dengan begitu, kedepan diharapkan anak akan dapat mulai sedikit demi sedikit mencontoh perilaku yang positif dari orang tuanya.
2.Pembiasaan
Setelah adanya contoh yang baik dari orang tua, maka perlu dilakukan pembiasaan dari perilaku-perilaku yang telah dilakukan tadi. Hal ini penting karena dihawatirkan bila orang tua saat tak ada disisi mereka, perilaku-perilaku yang anak lakukan akan dapat berubah kembali. Dengan adanya pembiasaan, maka perilaku positif tersebut akan menjadi tabiat positif anak sehingga ada atau tidak ada orang tua, hal-hal positif tetap mereka lakukan.
3.Nasihat
Selanjutnya adalah nasihat. Dikala proses diatas berlangsung, orang tua juga harus senantiasa memberikan pengertian-pengertian ataupun pemahaman-pemahaman kepada anak mengapa suatu perilaku itu harus dilakukan, apa manfaatnya, baik untuk diri sendiri dan yang terpenting untuk orang lain.
4.Kontrol
Setelah langkah-langkah di atas berjalan dengan baik, maka selanjutnya adalah kontrol dari orang tua. Dalam pelaksanaannya, kontrol yang dilakukan mesti dijalankan secara arif dan bijaksana, tidak dengan membuat posisi anak menjadi tersudut, sehingga kontrol justru tidak menjadi efektif.
5. Reward and Punishment
Yang terakhir adalah memberikan hadiah dan hukuman. Di samping poin-poin di atas, tips kelima ini juga tak kalah pentingnya untuk menumbuhkan minat dan tanggung jawab pada anak. Namun dari pada itu, sebelumnya harus dingat oleh para orang tua bahwa pemberian hukuman kepada anak dimaksudkan untuk mendidik anak bukan untuk menyudutkan apalagi melukai fisik.
Hukuman yang diberikan tidak hanya semata-mata berbentuk fisik, tetapi juga bisa dilakukan hal-hal lain seperti dengan pengurangan hak, atau pemberian suatu tugas tambahan. Andaikata hukuman fisik terpaksa diberikan, maka harus diperhatikan bahwa cubitan kecil ataupun pukulan ringan bisa bisa diberikan dengan syarat: tidak boleh di bagian-bagian vital anak, tidak boleh pada bagian atas tubuh(perut, dada, leher, kepala, punggung) dan tidak boleh meninggalkan bekas. Huallohu a’lam.